Sastra Arab dan Laku Bahasa Kita: Perbincangan bersama Dr. Agus Karim
Oleh: Muhammad Rizky Setiawan, S.pd
Bandung (5/03/2002), sastra Arab merupakan satu
dari bagian yang paling berpengaruh terhadap perkembangan sastra di tanah
Nusantara, bahkan di keseluruhan tanah-tanah melayu, Asia Tenggara kini.
Pengaruh sastra itu, bisa dilihat dari peramuan
metafornya bahkan pada teknik-teknik pemilihan huruf di akhir kata.
Sastrawan-sastrawan generasi awal Indonesia, laiknya generasi Balai Pustaka, seperti Amir Hamzah, HB Jasin,
Buya Hamka, NH Dini dll. .
Walaupun pengaruh sastra yang masuk ke Indonesia
pada generasi selanjutnya ---di masa prahara budaya--lebih didominasi oleh
pertempuran antar kubu Manikebu dengan corak pengaruh sastra Perancis dan Lekra
yang mengemban amanah Realisme Sosialis a la Soviet.
Pengaruh sastra di Indonesia, terus berkembang wabil
khusus Sastra Arab, termasuk pengaruhnya pada budaya-budaya lokal, seperti
Pupujian dan Dangding di tatar Sunda.
Muara itu, juga memengaruhi pada alur kurikulum
pendidikan di Indonesia yang punya muatan kesusastraan. Sehingga pembelajaran
kesusastraan pun ikut berubah dan punya polarisasinya masing-masing.
Terakit sastra Arab, hal ini memang menjadi
perbincangan para sastrawan juga para pengajar baik di pendidikan umum atau pun
pesantren-pesantren tradisional maupun modern, dalam hal ini ialah ilmu Balaghah.
Dr. Agus Karim sebagai seorang pengajar ilmu
Balaghah di Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung mengungkapkan bahwa, ilmu tersebut merupakan satu dari sekian ilmu
bahasa Arab yang muatannya bertitik fokus pada kajian soal kesesuaian kalimat
yang tepat dan fasih yang disesuaikan pada konteksnya.
Pemaknaan umum, atas ilmu tersebut sering kali
dimaknai layaknya Manikebu yang berprinsip bahwa seni hanya untuk seni, sastra
hanya untuk sastra, dalam artian sastra hanya berkutat pada aspek setiap
ungkapan kata dan kesayuan berbahasa, bagaimana si pengujar mampu menghipnotis
si pendengar. Tidak ada aspek apa pun di dalam kesusastraan selain keindahan
berbahasa.
Hal itu juga diungkapkan oleh Dr. Agus Karim,
bahwa “Sebenarnya kajian dalam ilmu balagoh itu bukan saja membentuk kalimat
agar fasih, tetapi bagaimana agar pembicara itu dapat berbincang dengan
mengetahui psikologi lawan bicara, baik dari strata Pendidikan, ekonomi, dan
psikis, agar obrolan dapat mengalir dengan semestinya”.
Selain itu juga, menurut beliau persoalan sastra
Arab tersebut berharap bagi para pembelajar sastra, harus mampu membawa sastra
pada tingkat rasa dan makna syair yang tak hanya memuat pada keindahan laku
berbahasa semata, bahkan mampu merealisasikan suatu cita-cita yang diinginkan
oleh sang pujangga yang termuat pada tiap hayalan dan ungkapan-ungkapannya.
Sekelumit perbincangan kesusastraan Arab
tersebut, juga menyasar pada apa yang terjadi dan yang disajikan dalam proses
pembelajaran Sastra Arab. “Kitab-kitab
balagoh yang bertebaran di Indonesia, baik yang populer di pesantren
tradisional (Jauhar maknun) maupun modern (al-balagoh
al-wadihah) memiliki kekurangan dan kelebihan masing masing. Ketika
membicarakan Jauhar Maknun, kita akan di sajikan dengan berbagai teori
dan definisi. Sehingga kita akan kehilangan identitas yang seharusnya peka
terhadap rasa yang ada dalam sastra. Disisi lain, al-balagoh alwadihah,
contoh contoh yang pengarang sajikan kurang lengkap karna hanya terdiri dari
fikroh saja, sehingga khayali ataupun pesan sang penyair tidak sampai. Menurut
bapak, akan lebih bagus Ketika pemaparan definisi tersampaikan dan mudah
difahami serta contoh contoh pun lengkap dalam satu pikiran penuh”. Ujar beliau

Komentar
Posting Komentar